HUBUNGAN STIGMA SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS MODOPURO
Date
2025-07-16Author
Wuri Permatasari, Adelia
Ibnu, Faizal
Azizah, Umi
Metadata
Show full item recordAbstract
Penderita Tuberkulosis kerap menghadapi Stigma Sosial yang berdampak negatif pada kondisi psikologis dan sosial mereka. Stigma ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita, baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui hubungan antara Stigma Sosial dan Kualitas Hidup pada penderita TBC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stigma sosial dengan Kualitas Hidup pada penderita Tuberkulosis di wilayah kerja UPT Puskesmas Modopuro. Desain penelitian yang digunakan adalah Analitik Korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Jumlah populasi 85 responden dengan jumlah sampel sebanyak 40 responden yang diambil dengan teknik Purposive Sampling. Instrumen yang digunakan adalah WHOQOL BREEF (WHO Quality Of Life) dan ISMI (Internalized Stigma Mental Illnes). Hasil yang didapatkan setengahnya responden mengalami stigma sosial rendah sebanyak 20 responden (50%), dan sebagian besar responden mengalami kualitas hidup tinggi sebanyak 23 responden (57,5%). Hasil uji Spearman Rho yang didapatkan nilai signifikansi sebesar p-value = 0,000<𝛼 0,05 dengan nilai Correlation Coefficient sebesar = -0,895 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara stigma sosial dengan kualitas hidup dengan tingkat hubungan keeratan yang sangat kuat dengan arah negatif yang artinya semakin rendah Stigma Sosial maka semakin tinggi Kualitas Hidup. Peningkatan Kualitas Hidup penderita tuberkulosis berperan dalam mengurangi stigma sosial. Ketika penderita merasa sehat dan mampu menjalani aktivitas normal, kepercayaan diri mereka meningkat dan interaksi sosial menjadi lebih baik. Hal ini membantu mengubah pandangan negatif masyarakat, karena Tuberkulosis tidak lagi dipandang sebagai penyakit yang menakutkan atau memalukan. Dengan demikian, kualitas hidup yang baik dapat menjadi kunci dalam memutus rantai stigma dan mendorong pemulihan yang lebih optimal.